Catatan kecil menjelang pertengahan 2020

Dear my blog,
akhirnya kita ketemu lagi di bulan ke empat tahun 2020 dengan perasaan campur aduk.

Masih teringat di benak saya di penghujung tahun 2019 kemarin saya baru kembali dari seminar sekalian reunian dengan kolega dari Indonesia di Melbourne. Rasanya baru kemarin saya berjalan menyusuri tepi Sungai Yara atau ngopi di beberapa kedai lokal di Melbourne. Trip ini kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi keluarga di Indonesia. Ketika kembali ke Brisbane di awal 2020, berbagai rencana untuk meet up dengan suami di pertengahan tahun juga telah rapi kami susun <3

Akan tetapi, lagi-lagi, manusia boleh berencana tapi Tuhan yang maha berkehendak.

Memasuki bulan kedua 2020, kondisi di berbagai penjuru dunia berubah 180 derajat sejak adanya pandemi COVID-19.
Banyak masyarakat mendadak panic buying. Masker, hand sanitizer, toilet paper, beras mendadak menjadi rebutan dan langka. Beberapa supermarket bahkan sampai menerapkan untuk membatasi pembelian barang-barang tersebut (termasuk pasta, garam, gula) hanya 1-2 item per transaksi. Bagi para lansia dan pensiunan juga diberi jam khusus berbelanja sehingga mereka tetap kebagian ;)

Toilet paper kosong selama panic buying

Gerakan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir minimal 20 detik dan menjaga jarak (social distancing/ physical distancing) sejauh 1.5 meter banyak dikampanyekan dan diterapkan di berbagai tempat.

Memasuki minggu ke tiga bulan Maret 2020, aturan untuk kerja dari rumah (working from home/ WFH) juga mulai diberlakukan di kantor. Untuk di kampus sendiri, sejak pertengahan kedua semester ini juga memberlakukan belajar dengan metode online bagi mahasiswa by course. Akses ke kampus lebih dikhususkan bagi mahasiswa yang melakukan penelitian (by research) atau magang penelitian. Kampus berubah menjadi sunyi. Hanya beberapa coffee shop yang buka dengan sistem takeaway dan jam buka yang lebih pendek dari biasanya.

Sejak tanggal 20 Maret 2020 pukul 9 malam AEDT pemerintah Australia menerapkan border closure yang mana hanya warga negara Australia dan permanent resident yang bisa masuk ke Australia dan wajib melakukan karantina mandiri selama 14 hari.

Banyak teman-teman dekat dan keluarga bertanya bagaimana kegiatan saya selama WFH?
Setelah menyelesaikan mid-review (seminar kemajuan penelitian di akhir tahun kedua), akhirnya saya WFH. Sisa penelitian saya di lab yang sebenarnya tinggal sedikit lagi terpaksa harus dihentikan sementara.
Selama WFH saya lebih banyak fokus untuk menulis publikasi dan disertasi. Salah satu monitor dari kantor saya boyong ke rumah demi kelancaran menulis. Alhamdulillah saya juga mendapat pinjaman kursi kerja dari salah satu kakak postdoc di lab :D

Di tengah kondisi yang penuh anxiety seperti ini, saya sangat bersyukur mempunyai tim pembimbing yang sangat supportive. Selama bimbingan online, tak jarang mereka menanyakan bagaimana kondisi kesehatan lahir dan batin saya. Hikmah lain dari WFH adalah saya mendapatkan feedback dari pembimbing sangat cepat, bahkan terkadang kurang dari 24 jam :D

Oiya, selain menulis, selama WFH saya juga melakukan eksperimen dengan mencoba beberapa resep masakan. Berikut sedikit makanan yang sempat sya dokumentasikan:

Pertanyaan lain yang sering saya dapat dari teman-teman terdekat biasanya adalah bagaimana menjaga motivasi supaya tetap semangat di saat seperti ini?
Tentu saja, tidak mudah, tapi bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Selain karena saya harus menyelesaikan komitmen yang menjadi tanggung jawab saya, alasan utama lainnya adalah keluarga (I miss the so much). Kalau saya malas, otomatis masa studi saya akan menjadi molor. Saya tidak ingin menyia-nyiakan kepercayaan dan ijin dari suami untuk melanjutkan sekolah dan menggapai mimpi saya <3

Akhirnya hal yang selama ini hanya bergentayangan di pikiran dapat tertuang juga lewat tulisan ini. Di masa depan, semoga tulisan ini bisa menjadi pengingat di masa depan saat melewati masa sulit ini. Memaknai hal lain bahwa sekolah di luar negeri tidak hanya tentang bisa jalan-jalan dan posting foto keren di media sosial, tetapi lebih kepada pemaknaan akan arti perjuangan dan pengorbanan kita dan keluarga <3

Brisbane, ramadhan hari ketiga

26 April 2020

Sebuah catatan pendek: tentang bersyukur dan berjuang

Kalau dulu ada quote yang berbunyi “rumput tetangga tampak selalu lebih hijau” tampaknya harus ditambahkan dengan kalimat dari mana sudut pandang kita melihatnya.
Bagi saya, banyaknya postingan hal-hal indah dan membahagiakan di sosial media, mungkin secara tidak langsung, terkadang timbul pikiran di dalam benak saya “Hidup si A, B,C ini enak dan ideal ya” yang tanpa saya sadari sedikit banyak terkadang mengikis perasaan bersyukur saya.

Hingga suatu hari Allah mengingatkan saya dengan indah melalui sebuah percakapan dengan seorang teman.

Berawal dari obrolan tentang PhD journey kami, berlanjut hingga cerita-cerita perjuangan dia. To be honest, rasanya saya seperti tertampar berkali-kali. Teman saya, dengan kondisinya tersebut, dia bisa tough dan menghasilkan karya yang luar biasa. Bahkan dia yang mengajari dan mengenalkan saya beberapa software bioinformatika baru. Saya malu, saya yang baru berusaha pada titik yang masih tidak seberapa ini masih suka mengeluh :(

Untuk temanku, saya sangat bersyukur sekali bisa mengenalmu. Terima kasih ya sudah menyadarkan saya untuk lebih dan lebih bersyukur atas apa yang saya miliki.